Pemimpin merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap suatu kelompok,
lembaga ataupun suatu tepat. Dalam strata kehidupan, pemimpin adalah orang yang
dipercayakan dan diberi tanggung jawab untuk memegang suatu tampuk
kekuasaan. Mulai dari presiden sebagai
kepala negara atau raja, gubernur, walikota, bupati, camat, kepala desa, kepala
rumah tangga, dan pemimpin yang paling kecil adalah pemimpin bagi diri sendiri.
Kepemimpinan yang kita pegang akan diminta pertanggungjawaban di dunia maupun
di akhirat kelak.
Banyak
contoh yang bisa kita jadikan pelajaran dari tokoh-tokoh yang memimpin dunia,
karena melupakan amanat sebagai pemimpin
dan berlaku dengan semena-mena kepada rakyatnya hingga menerima akhir kehidupan
dengan tragis.
Nicaloe
Ceasuseu, presiden Rumania yang dikenal
sebagai raja lalim, otoriter dan diktator dalam menjalankan kepemimpinannya.
Tentara rahasianya digunakan untuk memata-matai setiap gerak-gerik kehidupan
rakyatnya. Namun semua itu harus berakhir dengan tragis, ketika rakyat tak
sanggup lagi menerima kelaliman sang diktator, dia dan istrinya diseret oleh
rakyat sendiri. Kematiannya harus dialami secara tragis.
Ferdinad
Marcos di Filipina, memulai karier sebagai pengacara gemilang hingga menjadi
tumpuan harapan bangsa. Kemudian dipercayakan oleh rakyat sebagai pemimpin mereka.
Setelah memerintah beberapa dekade, ia melupakan kepercayaan rakyatnya dan
digulingkan oleh istri lawan politik yang telah dibunuhnya. Bahkan setelah mati
pun jasadnya sempat ditolak di makamkan di Filipina. Begitu juga halnya dengan
Estrada yang sebelumnya terkenal dengan bintang film paling dipuja, ketika
mendapat mandat memimpin negara melupakan amanat rakyat sehingga harus
meninggalkan tampuk kekuasaan dengan cara tak terhormat.
Thaksin Shinawatra perdana
menteri Thailand, mengalami hal yang sama, dia terjungkal dari jabatanya karena
dikudeta oleh lawan-lawan politiknya.
Mungkin
kita tidak usah jauh-jauh keluar sana untuk melihat contoh, Indonesia yang sebagai
negara yang kita cintai pernah mengalami ketidakpercayaan kepada kepemimpinan
seorang Soeharto, kekuasaan selama 32
tahun tumbang di tangan rakyat. Inilah pertanggungjawaban yang diminta di depan manusia.
Malapetaka
di dunia yang menimpa pemimpin, baik itu pemimpin sebagai kepala negara ataupun
tingkat yang paling rendah sebagai pemimpin dalam rumah tangga disebabkan oleh
kebijakan yang tidak bijaksana. Ke-ego-an
seorang pemimpin adalah tidak mau menerima saran atau kritikan dari orang lain,
apalagi dari bawahan. Diskomunikasi antara seorang pemimpin dengan bawahan
membuat sikap saling curiga dan pada akhirnya akan timbul ketidakpercayaan
kepada pimpinan. Apalagi ada sikap pemimpin yang tidak mau menerima saran. Bila
ada bawahan yang memberi masukan dianggap sebagai pembangkangan, ujung-ujungnya
adalah pemutusan hubungan kerja secara sepihak.
Jika
demikian adanya, jangan berharap banyak akan adanya simpati dari bawahan. Di
depan kita para bawahan akan patuh
semuanya, sedangkan di belakang kita mereka akan mencaci maki
dari ujung kaki sampai ujung rambut. Bahkan sampai mati pun akan
dikenang sebagai pemimpin yang kurang baik.
Pidato Khalifah Abu Bakar As-Siddiq ra ketika
dilantik menjadi pemimpin ummat setelah wafat Rasulullah SAW hendaknya dapat menjadi
contoh bagi kita dalam menjalankan amanah sebagai pemimpin dan intinya bisa
dijadikan pijakan untuk memilih profil seorang pemimpin yang baik dunia akhirat.
Isi pidato tersebut sebagaimana penulis kutip di Era Muslim diterjemahkan sebagai berikut: “Saudara-saudara, Aku
telah diangkat menjadi pemimpin bukanlah karena aku yang terbaik di antara
kalian semuanya, untuk itu jika aku berbuat baik bantulah aku, dan jika aku
berbuat salah luruskanlah aku. Sifat jujur itu adalah amanah, sedangkan
kebohongan itu adalah pengkhianatan. ‘Orang lemah’ di antara kalian aku pandang
kuat posisinya di sisiku dan aku akan melindungi hak-haknya. ‘Orang kuat’ di antara
kalian aku pandang lemah posisinya di sisiku dan aku akan mengambil hak-hak
mereka yang mereka peroleh dengan jalan yang jahat untuk aku kembalikan kepada
yang berhak menerimanya. Janganlah di antara kalian meninggalkan jihad, sebab
kaum yang meninggalkan jihad akan ditimpakan kehinaan oleh Allah SWT. Patuhlah
kalian kepadaku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Jika aku durhaka
kepada Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada kewajiban bagi kalian untuk
mematuhiku. Kini marilah kita menunaikan shalat semoga Allah SWT melimpahkan
Rahmat-Nya kepada kita semua”.
Dari
pidato tersebut dapat di ambil beberapa poin mengenai sifat kepemimpinan beliau
antara lain: pertama, Sifat rendah hati, kedua, Sifat terbuka untuk dikritik, ketiga, Sifat jujur dan memegang amanah,
keempat, Sifat berlaku adil. Kelima, Komitmen dalam perjuangan, keenam, Bersikap demokratis dan terakhir, Berbakti dan mengabdi kepada Allah.
Bagaimana
dengan gaya kepemimpinan pemimpin kita sekarang? Tentunya semua kita sudah
merasakan sendiri bagaimana kebijakan yang dijalankan. Mungkin kita juga tak
bisa menyalahkan mereka semua atas semua yang terjadi selama ini. kepemimpinan yang didapatkan hari dengan cara
melakukan berbagai kampanye. Tentunya cukup banyak dana yang harus dikeluarkan
untuk meyakinkan masyarakat agar memilih dirinya. Jabatan yang didapat dengan
mengeluarkan banyak uang untuk mendekati pihak-pihak yang bertanggung jawab
dalam memuluskan jalan menuju tampuk
kekuasaan. Ketika jabatan atau kekuasaan sudah di tangan, program yang pertama
diprioritaskan adalah bagaimana cara mengembalikan modal yang sudah
dikeluarkan. Sedangkan program kesejahteraan rakyat merupakan program yang ke sekian.
Pemilihan
kepala Daerah tinggal menghitung hari. Para kandidat sedang gencar-gencarnya melakukan kampanye.
Baik kampanye secara terang-terangan ataupun kampanye secara tersamar. Slogan,
janji-janji ke depan jika terpilih menduduki jabatan tertentu terus berhamburan
dari sang calon. Tujuan utama adalah bagaimana cara memikat hati masyarakat
agar memilih mereka. Apakah janji tersebut ditepati atau hanya tinggal janji.
Yang jelas cukup banyak sudah rakyat tertipu dengan mulut manis para politikus.
Kesan pertama begitu menggoda,
selanjutnya ya terserah que. Wallahu’aklam
bissawab.
(Sudah Dimuat di Majalah SANTUNAN (majalah kementerian agama Aceh) edisi 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahka komentar dengan bahasa yang santun