Sekolah
bermutu indentik dengan sarana dan prasarana lengkap serta modern. Tentunya
perpustakaan menjadi salah satu penunjang sekolah bermuta. Apalagi sekarang
sedang di implementasikan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berorientasi pada keaktifan siswa,
sedangkan guru hanya fasilitator.
Nah, disinilah fungsi perpustakaan sekolah untuk menunjang
proses belajar mengajar. Perpustakaan dan pustakawan menjadi rujukan siswa
dalam mencari bahan dalam berbagai materi pembelajaran. Pustaka menyediakan buku-buku up to date dan
memberikan servis informasi dengan kecepatan tinggi (internet).
Problemnya
sekarang adalah kurang berfungsinya perpustakaan tersebut sebagaimana mestinya.
Sekolah-sekolah di Aceh belum dapat berfungsi dengan semestinya. Dan yang lebih
menyedihkan melihat perpustakaan yang berubah fungsi, hal yang semestinya
tempat memperoleh ilmu pengetahuan (membaca), berubah fungsi menjadi tempat
penyimpanan barang-barang yang tidak dipakai lagi (baca: gudang). Alangkah
sayangnya.
Kurang
berfungsinya sebuah perpustakaan sekolah disebabkan oleh beberapa faktor.
Antara lain kurangnya perhatian pihak-pihak yang berwenang terhadap
perkembangan perpustakaan sekolah. Baik pihak sekolah maupun pengelola
perpustakaan sendiri.
Fakta
dilapangan, banyak pengelola perpustakaan sekolah adalah guru-guru sudah tak
bisa dipakai lagi atau kurang berpotensi dalam mengajar. Faktor umur yang sudah
lanjut maupun kurang ahli dalam mengajar. Karena berbagai pertimbangan ditempatkan diperpustakaan. Ada juga petugas
perpustakaan yang kurang bersahabat dengan pengunjung (siswa). Ketika Jika demikian adanya,
tenaga pustaka akan merasa enggan untuk memperhatikan perkembangan
perpustakaan.
Di sisi lain letak perpustakaan yang kurang strategis
mengurangi minat siswa untuk masuk ke
perpustakaan. Adakalanya ruang perpustakaan tempatnya terpisah di lantai atas.
Belum lagi buku-buku yang disediakan di perpustakaan dari tahun ke tahun buku
itu-itu saja. Kalaupun ada pengadaan buku hanyalah buku paket. Sedangkan buku penunjang
lain yang menggerakkan minat baca masih
sangat minim. Bahkan mungkin tidak ada. Faktor inilah yang menyebabkan siswa
lebih senang ngobrol di kantin atau di pojok – pojok kelas kelas ketika mata pelajaran kosong atau jam istirahat.
Ketika mutu pendidikan kita hancur-hancuran seperti
sekarang ini, siapa yang disalahkan? Para guru, sekolah, atau para orang tua.
Untuk saat seperti sekarang ini bukan waktunya saling menyalahkan. Mari
sama-sama menginstropeksi diri untuk
meningkatkan mutu pendidikan kita. Salah satunya cara adalah meningkatkan minat
baca para siswa.
Antara minat baca dan perkembangan
perpustakaan saling mempengaruhi. Karena minat baca tersebut harus di pupuk dan
dikembangkan, tak bisa tumbuh secara
alami pada diri seorang anak. Apalagi sekarang, bila membaca tidak dibiasakan
akan menjadi hantu yang menakutkan bagi seorang anak karena banyak faktornya
penghambat minat baca. Televisi, playtasion, game, merupakan contoh nyata
melenakan anak. Di sisi lain, kurangnya keteladanan orangtua dalam pemanfaatan
waktu luang untuk membaca dalam keluarga. Juga memberi dampak terhadap
perkembangan minat baca anak.
Di samping itu, ada sebuah wadah yang menjembatangi
perkembangan minat baca pada siswa (anak) yaitu adanya sebuah perpustakaan yang
memadai. Pada saat pertama
memperkenalkan perpustakaan sekolah kepada siswa, kita tak perlu memaksa
mareka untuk membaca. Tapi usahakanlah untuk menarik minat mareka untuk memasuki
perpustakaan. Terserah mareka mau membaca atau
sekadar mengobrol. Dan di sini peran guru sangat berpengaruh ketika
mengajar. Guru bisa saja menjelaskan suatu hal dengan memberikan tanda tanya
kepada siswa. Lalu mengatakan bahwa hal tersebut lebih lengkapnya bisa dibaca
di buku ini yang ada di perpustakaan. Seperti kata pepatah “buku adalah jendela
dunia dan perpustakaan adalah pintunya”
Selain itu ada beberapa cara yang
bisa dilakukan untuk menarik minat para siswa untuk memasuki perpustakaan. Kita
itu antara lain menciptakan suasana ruang perpustakaan yang nyaman. Senyaman
pengunjung memasuki restoran atau cafe yang dingin dan sejuk. Melengkapi
koleksi perpustakaan dengan buku-buku yang menarik. Selama ini, hampir semua
perpustakaan sekolah hanya menyediakan buku-buku paket untuk siswa dan beberapa
buku cerita rakyat yang sudah kusam warnanya. Bahkan ada buku yang sudah tak
bersampul lagi. Jangankan menarik minat membacanya, melihat saja sudah ogah.
Pengelola perpustakaan harus dapat membaca minat siswa
terhadap bahan bacaan. Kebanyakan usia pelajar lebih menyukai bacaan-bacaan
ringan semisal cerita komik
daripada bacaan buku pelajaran yang
bersifat ilmiah. Tidak ada salahnya pustakawan dan khususnya kepala sekolah
mengalokasikan dana untuk menyediakan koleksi-koleksi komik yang bersifat
mendidik untuk menarik minat baca siswa. Apalagi sekarang cukup banyak penerbit
yang menyediakan cerita-cerita atau komik Islam
yang sangat baik terhadap pendidikan anak dan remaja.
Begitu juga halnya dekorasi ruangan yang menarik sangat
mempengaruhi minat pengunjung. Karena pada dasarnya perpustakaan tidak saja
berfungsi sebagai tempat membaca atau mencari ilmu tapi bisa juga menjadi
tempat rekreasi yang menyenangkan. Pada
perpustakaan-perpustakaan yang maju sudah menyediakan tempat bermain bagi
anak-anak sambil membaca. Bahkan di luar
negeri, seperti Malaysia, Filipina dan negara-negara maju lainnya. Peneliti
atau pengguna jasa perpustakaan dapat bermalam di perpustakaan.
Sebagai penunjang kenyamanan pengunjung, tak berlebihan
kiranya menyediakan WC, musalla ataupun semacam kantin kecil (air dingin di
kulkas) pelepas dahaga. Ketika pengunjung merasa membutuhkan hal-hal tersebut
tak perlu beranjak keluar ruangan.
Dan yang lebih penting diperhatikan
untuk menarik minat pengunjung adalah petugas perpustakaan atau
pustakawannya. Pustakawan/i merupakan
orang yang bertugas melayani pengunjung perpustakaan. Mereka diharapkan mampu
memberikan pelayanan yang terbaik. Dengan sikapnya yang lemah lembut, ramah dan murah senyum kepada
pengunjung. Sehingga perpustakaan tak berkesan angker dengan penunggunya
seorang yang tak bersahabat.
Di samping itu juga, perlu adanya promosi kepada siswa baik
berupa perlombaan membaca, mengarang ataupun lomba bercerita sehingga secara
tak langsung para siswa akan masuk ke perpustakaan mencari bahan rujukan buku
yang diperlukan.
Ketika perpustakaan sekolah telah
berfungsi sebagaimana mestinya, proses belajar berjalan dengan lancar, kualitas
para siswa secara bertahap akan meningkat. Tidakkah kita merindukan mutu
pendidikan Aceh tak lagi terpuruk? Wallahua’lam
bisshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahka komentar dengan bahasa yang santun