(Sebuah
renungan untuk selalu menikmati kerja)
“Seorang kawan pernah mengeluh bahwa
dia sangat bosan kerja ditempatnya
sekarang. Kerja itu-itu saja, monoton tak ada tantangan sedikitpun. Setahu saya tempat kerjanya merupakan tempat kerja yang
diimpikan semua orang.
Bahkan jauh-jauh hari dia mempersiapkan diri dan berbagai usaha dilakukan agar bisa diterima bekerja tempat itu. Ironisnya
ketika dia sudah bergabung dengan perusahaan
tersebut, malah dia merasa bosan. Bahkan dia ingin cepat-cepat hengkang dari
tempat tersebut.”
Pengalaman diatas mungkin bukan hal baru. Dalam kehidupan sehari-hari
sering kita jumpai hal yang sama. Bahkan jika boleh jujur semua orang
mengeluh hal yang sama. Mengeluh dan
mengeluh. Apalagi yang sudah lama bekerja disuatu tempat tanpa ada perubahan dari tahun
ketahun. Alasan atasan otoriter, teman kantor menyebalkan dan suananya kurang menyenangkan sering keluar dari mulut
orang yang sudah bekerja lama disuatu tempat.
Akibat dari kebosanan tersebut, timbullah sebuah penyakit malas masuk kerja atau
masuk hanya untuk menyelesaikan kewajiban tanpa memberikan kontribusi yang
maksimal. Padahal gaji yang diterima tidak pernah mau telat. Kurang sedikit ribut.
Sebagian pegawai ada yang kerja sampingan kerja di tempat lain dengan melalaikan tugas pokok. Biasanya ini sering terjadi dilingkungan pegawai pemerintah. Habis apel
pagi menghilang entah kemana, datang lagi ketika absen pulang. Sehingga banyak
kerjaan yang molor.
Bukan rahasia lagi sebelum ada kerja, kita berusaha mati-matian untuk memperoleh suatu pekerjaan. Berbagai usaha kita lakukan. Tak heran bila
sebagian orang bahkan rela mengeluarkan kocek puluhan juta untuk mendapatkan sebuah tempat kerja. Ini sering
terjadi bagi mareka yang menginginkan
kerja sebagai Pegawai Negeri
Sipil. Sungguh ironi bukan, sesuatu yang kita perjuangkan mati-matian ternyata
setelah berada ditangan menjadi kurang nyaman.
Itulah dalam bahasa Aceh sering sering dikatakan "Hana buet mita
buet, ban na but ka be’e”.
Seringkali kita membanding-bandingkan diri sendiri dengan dengan
orang lain, seakan kitalah yang paling menderita. Guru mungkin akan mengatakan
enak kerja di kantoran, tak
perlu berhadapan dengan kenakalan anak-anak didik. Bagi yang
kerja di kantoran mungkin
mengatakan bahwa enak jadi guru cepat
pulang dan bahyak liburnya. Mungkin sebagian melihat wartawan, mengatakan enak jadi wartawan bisa
jalan-jalan dan berjumpa dengan orang-orang hebat. Bagi yang sudah jadi
wartawan mungkin akan mengeluh capek dan bosan mengejar deadline berita. Sebagian lagi melihat orang lain
kerja disebuah perusahaan bonafit menghayal enaknya kerja di tempat
tersebut karena gaji melimpah
dengan berbagai bonus tiap tahun.
Sedangkan mareka yang sudah kerja
ditempat tersebut, sering berkeluh untuk apa banyak uang kalau capeknya minta ampun. Sebentar-bentar lembur.
Kita lihat orang lain kerja sangat menyenangkan. Ketika merasakan hal yang sama akan
berpikiran lain. Istilahnya, rumput
tetangga selalu nampak lebih hijau.
Sadar atau tidak pada dasarnya manusia mempunyai sifat tak pernah merasa puas. Khususnya dibidang
materi. Sudah ada sepeda angin, ingin mempunyai sepeda motor. Sudah memiliki sepeda motor ingin punya
mobil pribadi. Sudah pernah merasakan enaknya punya mobil pribadi, ingin punya
pesawat terbang. Dan seterusnya ingin memiliki benda-benda terbaru. Ada kalanya suatu benda tidak begitu
dibutuhkan, dibeli juga. Keinginan memiliki suatu benda bukan lagi karena
kebutuhan tapi tak lebih hanya sebagai ajang ikut-ikut mode atau ajang pamer kemewahan. Agar tak dicap sebagai orang
ketinggalan zaman.
Jika model kehidupan seperti itu yang selalu kita kejar. Hidup kita akan
selalu berkubang dengan kesengsaraan. Siang malam akan terpikir bagaimana mendapatkan uang banyak.
Agar segala ambisi terpenuhi. Hana buet mita buet.
Sebagai manusia tak pernah merasa terpuaskan. Tapi
alat pemuas kebutuhan adanya
terbatas. Jika selalu merasa tidak terpuaskan dan tidak
bisa menikmati sesuatu yang ada akan
hidup dalam kesengsaraan.
Solusinya untuk memperoleh kebahagiaan adalah mensyukuri dan menikmati. Jika
nikmat yang ada kita syukuri, sesungguhnya nikmat itu akan bertambah
banyak. “Sesungguhnya jika kamu brsyukur, pasti kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab Allah
sangat pedih.” (Qs. Ibrahim: 7)
Mensyukuri adalah kunci utama untuk dapat menikmati hidup ini dengan nyaman. Ketika kita sudah
mendapat suatu pekerjaan, walaupun pekerjaan itu sangat jauh dari yang kita
impikan, bersyukurlah. Karena banyak saudara-saudara kita yang luntang lantung mencari
pekerjaan. Masih banyak yang mempunyai nasib tidak seberuntung dengan
kita. Dalam segi materi kita harus
banyak melihat kebawah. Jangan yang nampak didepan mata hanyalah orang – orang
kaya yang serba kecukupan. Harusnya melihat sering melihat mareka yang masih apoh apah dalam mengumpulkan seribuan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Melihat orang yang kurang beruntung dari kita akan menimbulkan rasa syukur
kepada yang maha kuasa. Betapa besar
nikmat yang sudah kita terima.
Begitu juga dalam menjalani suatu
pekerjaan. Sebagai manusia biasa mungkin
tak luput dari rasa bosan. Atau ingin pindah kerja mencari suasana baru. Yang jadi persoalan sekarang
adalah keinginan kita tak selama
berjalan sesuai dengan rencana. Ketika keinginan kita bertolak belakang dengan kenyataan, ada baiknya kita berusaha membuat kenyataan itu menjadi lebih indah.
Sehingga dalam menjalaninya akan lebih menyenangkan. Ada beberapa hal yang
dapat kita lakukan untuk membuat kerja itu menjadi menyenangkan. Pertama, Suka tak suka terhadap
pekerjaan tersebut, berusahalah menerima dengan ikhlas. Kedua, belajar menikmatinya walau bagaimanapun membosankan. Karena
sesuatu yang kita nikmati akan terasa menyenangkan Ketiga, membuat terobosan baru, sehingga pekerjaan tak terasa menoton. Tentunya masih banyak inovasi dan kreasi untuk menciptakan sesuatu
yang baru dan menyenangkan. Semua
kembali pada pribadi masing-masing untuk menjadi yang terbaik. Semoga tidak
pernah bosan berinovasi, sehingga tidak terdengar dari mulut orang lain kepada
kita “Bek wate hana buet mita buet, ban kana buet ka
bosan”.
__________________
Udah dimuat di potret edisi 68 tahun X 2013 (Bulan Juni
2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahka komentar dengan bahasa yang santun